Sudah sembilan tahun sejak pertama kali rumput laut jenis Gracilaria diujicobakan di perairan Indramayu, Jawa Barat, 2003. Selama itu, warga dan pemerintah setempat hampir putus asa sebab percobaan yang dilakukan berkali-kali gagal. Namun, usaha yang dilakukan tiada henti itu akhirnya berhasil.
Awal tahun ini, acara panen raya rumput laut yang dihadiri Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dan Mantan Menteri Perikanan dan Kelautan Rokhmin Dahuri di Desa Cangkring, Kecamatan Cantigi, ingin mengawali harapan baru masyarakat pesisir Indramayu pada komoditas perairan ini. Lebih dari 500 undangan mendatangi kegiatan itu, Selasa (17/1).
Suara opitimistis dan keyakinan tinggi pejabat serta unsur swasta mengemuka di sepanjang acara. Yayasan Al Bahri Nusantara yang berada di bawah binaan Rokhmin Dahuri menjadi sponsor utama pengembangan rumput laut yang pagi itu dipanen Gubernur. Kegiatan itu masih dalam rangkaian Program Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pesisir Pantura Jawa Barat.
Kendati demikian, jauh di belakang hiruk-pikuk seremoni itu, rumput laut di Kabupaten Indramayu sudah lebih dulu berkembang di tangan warga setempat. Adalah Wahudin (31) yang mengawalinya pada tahun 2006. Nelayan dari Desa Cangkring itu mulai aktif menanam rumput laut di areal tambak sewaannya dengan menjadi anggota koperasi yang dipimpin Darsam (37).
”Saat pertama kali mencobanya, kami ditertawai karena dianggap gila. Saat itu, rumput laut belum ada pasarnya. Kami mencari pasar dengan bantuan dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jabar,” kata Wahudin, Rabu (1/2).
Tahun 2006, Wahudin dan kelompok yang beranggotakan 40 orang menerima dana penguatan modal (DPM) dari Dinas Perikanan dan Kelautan Jabar. Lahan uji cobanya seluas 0,25 hektar (ha) dengan bibit 1,5 ton. Di luar dugaan, sekitar tiga bulan kemudian ia memanen 35 ton rumput laut basah yang setara dengan 3,5 ton rumput laut kering.
Hasil itu mengejutkan. Sejak 2003, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu mencoba rumput laut di sejumlah wilayah yang dinilai berpotensi, yakni Kecamatan Krangkeng, Indramayu, dan Pasekan, tetapi tak satu pun dari daerah-daerah itu yang berhasil. Pihak swasta yang bergelut pada uji coba itu pada tahun 2004 dan 2005 pun menyerah karena tak satu pun sukses.
INDRAMAYU, 17/1 - PANEN RUMPUT LAUT. Petambak memanen rumput laut di lahan tambak ikan bandeng desa Cantigi cangkring, Kec. Cantigi, Indramayu, Jawa barat, Selasa (17/1). Rumput laut tambak jenis Gracilaria makin marak dibudidayakan petambak udang dengan pola Polikultur antara ikan bandeng dan rumput laut. Satu kilogram rumput laut tambak dijual ke penadah seharga Rp. 5000/kg. FOTO ANTARA/Dedhez Anggara/Koz/pd/12.
Semangat Bangkit
Laporan petambak dari Blok Waledan, Desa Lamarantarung, Kecamatan Cantigi, pada suatu siang tahun 2006 membuat semangat menanam rumput laut kembali bangkit. Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Indramayu Abdur Rosyid Hakim menuturkan, ia terkejut karena petambak itu menunjukkan setangkup tanaman menyerupai ganggang.
”Ah, ini rumput laut! Sudah, jangan tanam rumput laut di tempat lain. Tanam saja di Cantigi karena rupa-rupanya hanya di sana habitat yang cocok untuk rumput laut,” kata Hakim, antusias.
Bibit rumput laut yang dicoba di tiga kecamatan sebelumnya diduga terbawa arus air laut dan saat sampai di perairan Cantigi menemukan habitat terbaiknya untuk tumbuh. Sejak itu, rumput laut menjadi salah satu dari tujuh komoditas perikanan dan kelautan andalan Indramayu, yakni bersama-sama dengan udang vaname, undang windu, bandeng, gurami, nila, dan lele.
Hingga akhir Desember 2011, luasan tambak rumput laut di Indramayu 485 ha. Paling banyak terdapat di Kecamatan Cantigi (225 ha), Pasekan (125 ha), Indramayu (75 ha), Sindang (25 ha), Kandanghaur (20 ha), dan Losarang (15 ha).
Dari segi penyebaran, luasan rumput laut masih kalah dibandingkan dengan tambak bandeng yang mencapai 12.065 ha serta udang windu 8.594 ha. Namun, dalam waktu kurang dari lima tahun komoditas ini menyalip luasan tambak lele (329,15 ha) dan nila (119 ha) yang lebih dulu menjadi unggulan di Indramayu. Bahkan, rumput laut menggeser gurami (54,30 ha) dan ikan mas (3,99 ha) yang luasan lahannya kian susut karena kurang diminati petambak.
Pesatnya pertumbuhan rumput laut disebabkan oleh karakter tanaman air ini yang relatif tidak merepotkan. Petambak tidak perlu memberikan obat-obatan atau pupuk macam-macam. Yang perlu diperhatikan adalah salinitas (kadar garam) air dan penyebaran rumput laut agar merata di kolam. Banyak petambak lalu kepincut dengan kemungkinan untung besar yang mereka peroleh. Artinya, kesejahteraan pun di depan mata.
Gambaran itu seperti dilakoni Rusbani (38), pemilik tambak 2 ha, yang sejak awal 2011 menanami tambaknya dengan rumput laut. Sebelumnya, ia mengeluhkan rugi karena menunggu panen bandeng yang relatif lama, sedangkan udang windu rentan terhadap virus.
Dari pengalamannya, untuk tambak 2 ha diperlukan bibit rumput laut 4 ton seharga Rp 4 juta. Karena pertama kali ditanami, panen baru bisa dilakukan tiga bulan kemudian. Saat itu, ia memanen 12 ton rumput laut basah, atau 1,2 ton rumput laut kering. Dengan harga rumput laut kering Rp 7.000 per kg, Rusbani memperoleh Rp 5,4 juta. Masih ada untung Rp 1,4 juta dari panen pertama. Selanjutnya, panen kedua, ketiga, sampai keempat dan kelima bisa dilakukan setiap 45 hari sekali. Artinya, Rusbani bisa untung Rp 21,6 juta dari empat panen berikutnya. Fantastis!
Tidak heran, rumput laut kian dilirik. Soal pemasaran yang sempat menjadi kendala pada tahun 2006 mulai teratasi setelah Wahudin dan kelompoknya bisa menembus PT Agarindo, produsen agar-agar dalam negeri yang antara lain memproduksi agar-agar merek Swallow.
Namun, di balik segala potensi yang mungkin diraih masyarakat pesisir Indramayu dari rumput laut, ketimpangan masih terjadi. Persoalannya adalah pada mental dan kesadaran masyarakat yang masih rendah. Seperti dikatakan Wahudin, ”Warga di sini masih suka mengikuti tren. Umumnya mereka lebih suka menyewakan lahannya daripada mengelola sendiri tambaknya. Mereka ingin dapat untungnya saja sebab memulai rumput laut itu susah-susah gampang. Kalau sudah mengeluarkan hasil, baru mereka mau mengelola sendiri.”
Oleh karena itu, Wahudin patut khawatir janji permodalan bergulir dari Pemerintah Provinsi Jabar sebesar Rp 2 miliar yang dialokasikan kepada petambak rumput laut dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBDP) 2012 akan macet atau tidak dikembalikan. Gubernur juga menjanjikan bantuan kredit lunak melalui kredit cinta rakyat (KCR) yang dikeluarkan Bank Jabar-Banten, yakni dengan bunga maksimal 9 persen per tahun. ”Kalau itu diberikan, sebaiknya dengan seleksi ketat,” ungkap Wahudin.
Di sisi lain, pemerintah juga diminta memperhatikan nelayan yang tidak memiliki tambak. Selama ini, kemudahan modal usaha diberikan kepada pemilik tambak yang secara ekonomi lebih baik dibandingkan dengan nelayan.
Nelayan Miskin
Kepala Desa Cangkring Mochamad Satori menuturkan, dari total 3.068 keluarga di sana, sekitar 800 keluarga tergolong miskin. Dari yang miskin itu, separuhnya adalah nelayan.
Soal ini, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Indramayu Abdur Rosyid Hakim mengatakan, pihaknya dalam waktu dekat akan mengembangkan rumput laut jenis Eucheuma cottonii yang tidak dikembangkan di tambak, tetapi di lautan bebas. Dengan demikian, budidaya rumput laut bisa dilakukan nelayan, tidak hanya pemilik tambak. Saat ini yang berhasil diujicobakan baru di daerah Eretan Kulon.
”Persoalannya, gelombang laut di Indramayu relatif tinggi hingga bisa mencapai 3 meter. Keberadaan musim barat juga membuat perkembangan rumput laut jenis Eucheuma cottonii tidak sebagus jenis Gracilaria yang dikembangkan di tambak,” katanya.
Kendati demikian, pengembangan Eucheuma cottonii akan terus dilakukan. Pemerintah Kabupaten Indramayu berkomitmen menjadikan rumput laut salah satu alternatif pendapatan bagi nelayan. Pada tahun 2012 ini Pemkab Indramayu menganggarkan Rp 240 juta untuk kebun bibit rumput laut. Jumlah itu naik dibandingkan pada tahun 2011 yang hanya Rp 80 juta.
Dukungan serupa diberikan oleh Gubernur Jabar yang menargetkan tahun 2013 akan ada 3.000 ha tambak rumput laut di wilayahnya. Bagian terbesar dari tambak-tambak itu berada di wilayah pesisir pantai utara (pantura), yakni Bekasi, Karawang, Cirebon, dan Indramayu.
”Sebanyak 214 petambak rumput laut tahun lalu telah mendapatkan bantuan Rp 2,5 juta per ha. Tahun ini (2012) akan ditambah 250 petambak lagi yang akan menerima bantuan. Itu akan dianggarkan dalam APBD Perubahan 2012,” ujarnya.
Masa depan rumput laut Indramayu pun prospektif. Pasalnya, PT Agarindo menyatakan siap menyerap berapa pun produksi rumput laut petambak Indramayu. Setiap tahun, PT Agarindo memerlukan sampai 40.000 ton rumput laut kering. Pintu terbuka lebar bagi pasokan rumput laut dari Indramayu.
Rini Kustiasih/Kompas/Senin/5/3/2012/02:58 WIB
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/03/05/02584269/Rumput.Laut.Harapan.Baru.Indramayu