Seperti yang diberitakan banyak media, Indramayu masih merupakan daerah yang banyak mengirimkan warganya ke luar negeri. Entah itu ke negara tetangga atapun hingga ke tanah eropa. Menjadi sebuah prestasi ketika yang berangkat adalah mereka golongan profesional, meskipun toh idealnya mereka membangun tanah kelahiran sendiri. Namun nyatanya, kebanyakan dari mereka adalah yang sebatas punya skill mengurus rumah tangga atau jadi pembantu.
Berdasarkan data dari Bidang Pelatihan dan Penempatan Tenaga Kerja Dinsosnakertrans Kabupaten Indramayu, jumlah TKI asal Kabupaten Indramayu yang berangkat ke luar negeri pada 2014 lalu mencapai 19.428 orang. Sedangkan jumlah TKI pada 2013 mencapai 17.849 orang.
Dari jumlah TKI tersebut, sekitar 90 persen di antaranya bekerja di sektor informal, seperti menjadi pembantu rumah tangga. Sedangkan sisanya, bekerja di sektor formal, yakni bekerja di perusahaan berbadan hukum.
Memang, tidak ada yang salah. Apapun jenis pekerjaan itu, termasuk jadi pembantu, bagus-bagus saja selama itu adalah legal ataupun halal. Lantas bagaimana menyikapi fenomena ini?
Harus diakui, meskipun toh kian hari makin banyak kasus terungkap tentang nasib buruk yang menimpa para TKI, hal itu tidak menyurutkan niat masyarakat untuk berangkat ke luar negeri. Selain faktor penghasilan yang menggiurkan, hal ini juga didukung dengan kurangnya pemerintah dalam upaya mengurangi jumlah TKI. Bahkan bisa dikatakan, pemerintah Indramayu malah mendorong warganya menjadi babu.
Seperti yang diungkapkan Kepala Dinas Sosial, Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kabupaten Indramayu, Dady Haryadi, di tahun 2016 mendatang akan dicanangkan sedikitnya 100 paket pelatihan untuk TKI di Kabupaten Indramayu.
"Untuk program pelatihan yang dicanangkan dari Pemerintah Pusat hingga saat ini belum masuk ke Kabupaten Indramayu. Kami baru melaksanakan program pelatihan dari CSR yang bekerjasama dengan pihak swasta dalam pelatihan wirausaha seperti sewa menyewa kursi dan bentuk pelatihan lainnya yang cepat," papar Dady, Selasa (07/07/2015).
Dady mengatakan, dilakukannya peningkatan pelatihan dan pemberian modal untuk para calon TKI tersebut sebagai upaya diberlakukannya moratorium pengiriman TKI untuk Pembantu Rumah Tangga (PRT) di kawasan Timur Tengah.
"Selain dialihkan kepada sektor formal atau bukan di sektor PRT kami pun terus melakukan pelatihan di sektor kewirausahaan," ungkapnya.
Lebih lanjut, pihaknya menjelaskan para calon TKI tersebut dibentuk kelompok yang terdiri dari 10 orang.
"Untuk sekarang ada 18 paket pelatihan seperti las, listrik, tataboga, menjahit dan padat karya produktif, di tahun 2016 kami menargetkan akan ditambahkan menjadi sedikitnya 100 paket pelatihan untuk TKI," jelasnya.
Dalam sebuah berita juga dikatakan bahwa Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Republik Indonesia Muhammad Hanif Dhakir akan terus berusaha menempatkan TKI di sektor formal.
"Kami akan terus melakukan peningkatan program pemberdayaan, pelatihan, keterampilan dan kompetensi harus lebih baik, misalnya saja melakukan peningkatan keterampilan kewirausahaan, padat karya produktif melalui Dinsosnakertrans di setiap daerah," pungkasnya.
Begitulah. Entah apa yang ada dibenak pemerintah. Mungkin karena mereka tahu di dalam negeri tidak ada lapangan pekerjaan. Atau bisa juga, menurut mereka, bangsa ini tidak mampu membangun negerinya sendiri.